Multi-styled Text Generator at TextSpace.net

Jumat, 25 November 2011

"Berjuta Kasih darimu,Ibuku"

Renungan Jiwa



Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya.
Bunda selalu menyuruhku mengerjakan tugas tugas rumah, seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore.
Setiap hari, aku diharuskan membantunya memasak di pagi buta, sebelum ayah dan adik -adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah,Bunda tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan.
Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri, juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya, hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut sungut.

Kini, setelah dewasa Ananda mengerti, kenapa dulu Bunda melakukan itu semua.
Karena bunda tau kelak aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu.
Tanpa ananda sadari, bunda telah melatih diri tuk siap menjadi dirinya kelak ketika ananda telah bertemu pasangan hidup.
Terima kasih Bunda, karena engkaulah ananda menjadi istri yang baik bagi suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak anakku.

Saat pertama kali ananda masuk sekolah di Taman Kanak Kanak, Bundalah yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas.
Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Ia tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, terik mentari ataupun hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu.
Yang penting baginya ialah melihat senyum kecilku mewarna harinya dan bunda menungguku hingga bel berbunyi.

Kini, setelah aku beranjak remaja,apa yang aku lalukan?.
Aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman teman, bepergian.
Bahkan telah terucap kata dusta untuknya,amarah yang acuhkan kekhawatiran Jiwanya.
Aku tak sadar ia sembunyikan sakitnya dibalik senyum indahnya.
Aku larut dalam kesenanganku,tak tau ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku dan disaat tubuhnya melemah.
Wahai Bunda,Ampunilah Ananda..

Di usiaku yang meranjak Dewasa, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno, jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi dan gaul. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu, dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.
Sungguh Hina Sang Jiwa ketika mengingatnya..

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil bunda memang tidak pernah memikirkan penampilannya, ia jarang membeli pakaian baru, apalagi perhiasan.
Ia sisihkan semua itu untuk membelikanku pakaian yang bagus agar aku terlihat cantik.
ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya.
Padahal ananda tahu, Bunda dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang telah mengajariku berjalan. Ia yang mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat erat saat aku menangis.
Pantaskah Ananda acuhkan derai Jiwamu?

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi.
Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya.
Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap bunda sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.
Inikah arti membalas Kasihnya?

Usai wisuda sarjana, barulah ananda mengerti, Bunda yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa apa itu, telah melahirkan seorang anak yang cerdas dan mampu meraih gelar sarjananya.
Meski bunda bukanlah orang yang berpendidikan, tapi doa di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih.
Tanpamu Bunda, ananda tidak akan pernah menjadi ananda yang sekarang.
Ananda hanya debu tanpa kasih dan cintamu..

Pada hari pernikahanku, bunda jua yang menggandengku menuju pelaminan.
Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu.
Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum pasanganku.
Usai akad nikah, Bunda langsung menciumku disaat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah ananda menyadari, bunda juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah ananda sibuk dengan urusan rumah tanggaku, ananda tak pernah lagi menjengukmu atau menanyai kabarmu.

Ananda sangat ingin menjadi pendamping yang shaleh dan taat kepada pasanganku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku padamu,Ibundaku.
Sungguh, kini setelah ananda mempunyai anak, ananda baru mengerti bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya, tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu.
Ananda akan datang dan menciummu Bunda, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.


"Ya Tuhan,engkau yang anugrahkan Hamba kebahagian dari sentuhan seorang ibu,
Jangan biarkan Jarak dan Waktu jauhkan Jiwa hamba darinya,
Jangan biarkan Kesibukan lunturkan rasa hingga enggan menyapanya.."

"Ya Tuhan,Begitu indah anugrahmu..
Ialah sentuh syurga dari seorang Bunda,
Ia yang mengajarkan hamba cara menjalani waktu ,walau terkadang Jiwa Enggan mematuhinya..
Ia yang mengenalkan hamba cara menyebut NamaMu..
Jangan biarkan Jiwa menjauh darinya, meski hati telah temukan pendamping langkahku..”

Untuk tiap tetes Jiwa yang lahirkan aku..
Untuk tiap helaan nafas yang terhembus ciptakan senyumku..
Sejuta Kisah indah yang Engkau Ukir dan takkan mampu terbalaskan..

Terimalah Alunan Hati Buah Hatimu..
Ananda yang takkan lelah mengingat Sentuh Kasihmu, dalam Alunan Doaku"..
~Ibunda~

(Resapi Kenangan)

Salam Kasih ~Doa Untuk Ibunda~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar